Gumoh Kolik Masalah Kesehatan Menyerang Bayi Anak di Malam Hari

Apa saja, sih, masalah-masalah kesehatan yang kerap muncul pada bayi? Bagaimana mencegah dan mengatasinya? Ibu baru pasti panik tatkala bayinya terus-terusan gumoh atau menangis hebat di malam hari. Padahal, gangguan-gangguan gumoh dan kolik seperti ini sebetulnya wajar muncul pada bayi. Berikut penjelasan dr. Elizabeth Hutapea, Sp.A,. spesialis anak dari RS Royal Taruma, Jakarta Barat, mengenai masalah-masalah kesehatan yang kerap muncul pada bayi.
Gumoh
Gumoh atau GER (gastro esophageal reflux) pada bayi baru lahir bisa dikatakan normal, meskipun bisa juga tidak normal. Gumoh disebut normal jika terjadi tidak terlalu sering, berat badan bayi tidak terganggu kenaikannya, dan tidak ada keluhan lain semisal kolik. Jika gumohnya berlebihan sehingga mengganggu kenaikan berat badan bayi, sebaiknya diwaspadai dan dikonsultasikan ke dokter.

Mekanisme gumoh adalah susu yang diminum bayi seharusnya turun dari lambung ke usus. Tapi, pada beberapa bayi, proses pengosongan lambungnya agak lambat, karena kapasitas lambung yang belum maksimal, serta katup atau celah di kerongkongan yang belum kuat. Akibatnya, air susu akan mengalir kembali (reflux) ke atas. “Kalau reflux-nya sangat hebat, bisa menimbulkan komplikasi seperti iritasi kerongkongan, batuk berulang, dan kesulitan makan di kemudian hari,” jelas Elizabeth.

Pada bayi yang gumoh normal, penanganannya cukup dengan positioning. Bisa dengan posisi tidur atau posisi disendawakan. Sendawa akan membantu mempercepat pengosongan lambung bayi. Gumoh biasanya akan hilang sendiri di usia sekitar 3 bulan, seiring perkembangan katup yang semakin kuat.
Gumoh yang patut diwaspadai adalah bila bayi gumoh setiap kali habis minum susu. Takutnya ada kelainan yang disebut GERD (gastro esophageal reflux disease). Gumoh berlebihan akan membuat berat badan bayi tidak naik, komplikasi batuk berulang, serta kesulitan makan di kemudian hari karena kerongkongan teriritasi. “GERD harus diberi obat untuk mempercepat pengosongan lambung,” lanjutnya.

Kolik
Pernah, kan, kita melihat bayi yang menangis kesakitan setiap kali menjelang malam? Ini yang disebut kolik. Sampai sekarang, ujar Elizabeth, belum diketahui secara pasti penyebab atau mekanisme kolik. Namun, kolik biasanya dihubungkan dengan pengosongan lambung. Ada juga yang menghubungkan dengan penyerapan susu. Rata-rata, bayi yang minum ASI eksklusif lebih jarang kolik daripada yang meminum susu formula.

Biasanya, kolik muncul setelah bayi berusia 3 minggu dan hilang seiring pertambahan usia Si Kecil. Penanganan saat bayi kolik adalah bayi dibuat merasa nyaman. “Bisa dengan digendong atau ditimang-timang, sehingga bayi tidak menangis hebat,” lanjutnya. Oleh karena mekanisme pastinya sampai sekarang belum jelas, maka penanganan kolik yang normal pun hanya dengan pemberian obat nyeri dan pemberian ASI eksklusif yang dianggap lebih mudah dicerna.

Yang perlu diperhatikan jika bayi kolik berlebihan. “Jangan-jangan bukan kolik, tapi usus melilit atau usus terjepit (invaginasi). Sebaiknya dibawa ke dokter untuk memastikan tidak ada usus yang melilit, melintir, atau terjepit,” ujar Elizabeth. Bagaimana mengetahui kolik yang normal dan tidak? Pada kolik yang normal, bayi tetap buang air besar (BAB) seperti pola biasanya, bayi tetap baik-baik saja pada siang hari, minumnya juga tetap oke. Sementara kolik yang harus diwaspadai adalah jika diikuti terganggunya pola defekasi (BAB), misalnya bayi jadi jarang BAB. "Ini harus dipastikan apakah ada kemungkinan gangguan pada usus tadi," terang Elizabeth.

Kenapa kolik muncul menjelang petang? Sampai sekarang, belum diketahui secara persis penyebabnya. Namun, ini biasanya dihubungkan dengan sistem neurohormonal bayi. "Kemungkinan hormon-hormon pencernaan pada bayi lebih rendah di malam hari. Ada juga yang bilang kolik ada hubungannya dengan dunia lain. Nah, kalau ini cuma mitos.”

BAB Tidak Teratur
Pola BAB atau pola defekasi pada bayi seharusnya teratur, meskipun setiap bayi berbeda-beda polanya. “Tergantung makanannya juga. Kalau bayi minum ASI Eksklusif, maka polanya bisa dua, yakni bisa tipe yang sering BAB (sehari bisa 6 kali) atau tipe yang BAB-nya jarang (bisa sekali seminggu),” jelas Elizabeth.
Yang perlu diperhatikan adalah perubahan pola defekasi ini. Misalnya, bila bayi biasanya BAB sekali seminggu, tapi tiba-tiba BAB-nya setiap hari dan agak cair. Atau, biasanya bayi BAB setiap hari, tapi tiba-tiba selama 5 hari tidak BAB. “Yang begini harus diwaspadai, karena bisa jadi ada sesuatu yang salah. Misalnya, susunya atau mungkin sedang belajar makan makanan padat,” lanjutnya.

Jika terjadi perubahan pola, sebaiknya segera dicari penyebabnya. Umumnya ini berhubungan dengan makanan. Kalau pola BAB berubah tapi masih dalam tahap normal, tidak apa-apa. Misalnya, biasanya ASI dari 0-4 bulan, sehingga BAB-nya sekali seminggu, kemudian pada usia 6 bulan mulai diberi bubur, sehingga bayi BAB setiap hari.

Selain pola, kualitas feses juga harus diwaspadai. Bentuk feses yang bagus seharusnya seperti bubur, atau bulat-bulat padat, atau lancip dengan permukaan licin. Bentuk feses yang harus diwaspadai adalah yang berlekuk-lekuk atau sangat cair. Sementara warna feses yang bagus adalah cokelat. “Harus waspada jika feses berwarna seperti dempul. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter, jangan-jangan ada masalah di levernya. Feses berwarna hijau atau kuning tidak masalah dan biasanya karena makanan,” jelas Elizabeth.
Sementara feses yang berbusa biasanya berhubungan dengan makanan. “Bisa gejala diare atau makanan yang tidak cocok. Seharusnya sih, tidak berbusa,” lanjut Elizabeth sambil menekankan pemberian cairan pengganti (oralit) supaya bayi tidak mengalami dehidrasi untuk pertolongan pertama diare pada bayi.

Kuning
Sebetulnya, warna kuning pada bayi yang baru lahir merupakan hal yang lumrah dan wajar. Cuma, memang ada bayi kuning yang harus diantisipasi. Jika bayi masih kuning lebih dari 2 minggu, harus diantisipasi kemungkinan kelainan lain, kecuali pada bayi yang minum ASI, dimana toleransinya bisa sampai 3 minggu.
Kuning juga harus diwaspadai bila diikuti dengan BAB berwarna seperti dempul. Kemungkinan terjadi gangguan di lever, kekurangan hormon tiroid, perbedaan golongan darah dengan ibu, atau gangguan enzim G6PD. Enzim G6PD ini merupakan enzim di sel darah merah yang sifatnya diturunkan dari ibu. Kekurangan enzim G6PD akan menyebabkan sel darah merah pecah sehingga bayi kuning. “Kalau kuningnya normal, penanganannya cukup dengan pemberian banyak ASI. Biasanya, kuning akan hilang sendiri, kok, asal tidak ada penyebab lain,” jelas Elizabeth.

Kapan ke Dokter?
Sebaiknya, bayi dibawa kontrol ke dokter setiap bulan, atau menyesuaikan dengan jadwal imunisasinya. “Ini untuk mengontrol pertumbuhan dan mengevaluasi perkembangannya. Bayi ada milestone-nya, kapan ia harus bisa tengkurap, duduk, dan sebagainya. Kalau ada perkembangan yang belum dicapai, bisa cepat diintervensi,” ujar Elizabeth.

Di luar jadwal tersebut, bayi boleh dibawa ke dokter sepanjang ada keluhan. Itupun kalau baru keluhan awal, masih bisa ditangani di rumah. Yang perlu ditangani segera adalah jika bayi demam tinggi (>39°), yang kemungkinan merupakan gejala adanya infeksi berat. Harus dicari tahu, apakah infeksinya karena bakteri atau virus. Orangtua juga harus waspada jika bayinya mendadak tidak mau menyusu.

“Ini warning (peringatan, Red.), indikasi ke arah kemungkinan infeksi. Kalau infeksinya berat bisa muncul komplikasi, seperti infeksi radang otak,” lanjutnya.