Metode Gentle Birth Cara Baru Melahirkan Dalam Air

Kenyamanan calon ibu dan bayi saat melakukan gentle birth dipercaya dapat menambah ketenangan, mengurangi trauma, dan memperlancar proses persalinan. Di tengah inovasi teknologi yang terus berkembang, proses persalinan secara natural seperti yang dilakukan zaman dahulu justru kian marak diperbincangkan. Para calon ibu mulai mencari tahu dan mempelajari kembali konsep persalinan yang disebut-sebut lebih tenang dan nyaman, yaitu gentle birth. “Gentle birth itu diambil secara filosofi. Jadi kami menggunakan cara pandang bahwa semua pelayanan untuk ibu dan janin dilakukan dengan gentle,” ujar Aviasti Pratiwi Andayani, S.Ked, Direktur Medis sekaligus Hypnotherapist Galenia Mom and Child Center Bandung. Filosofi yang dipegang itulah, tambah Aviasti, yang akan membedakan penanganan saat persalinan.
Dalam gentle birth, persalinan ibarat momen memetik buah cinta yang sebelumnya telah ditanam dan dipelihara sepenuh hati. Mengingat panjangnya proses yang telah dilewati, maka alangkah pentingnya menuai hasil dengan cara yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Itulah konsep persalinan yang dipaparkan Aviasti. Pasalnya, ia meyakini bahwa penanganan bayi sejak dilahirkan akan sangat berpengaruh secara psikologis pada calon ibu dan bayi. “Karena calon bayi juga bisa merekam kenangan, maka penanganan yang lembut diharapkan dapat menjadi pengalaman berkesan dan tidak meninggalkan trauma untuk ibu dan bayi,” tukas Aviasti.

Penanganan secara lembut ini dilakukan agar proses melahirkan berjalan lancar dan nyaman, sehingga ibu merasa tenang dan bayi tidak merasa “diburu-buru” apalagi “dipaksa” untuk keluar. “Coba bayangkan jika bayi sedang tidur dengan damai, tiba-tiba dibangunkan paksa. Ia akan kaget. Maka kita bangunkan perlahan, agar ia bisa bangun dengan tenang pula,” tambahnya. Hal ini tentu menjadi impian setiap calon ibu. Pasalnya dalam melahirkan, salah satu indikator kelancaran dapat dilihat dari ketenangan dan kepiawaian calon ibu mengatur emosi saat menyambut Sang Bayi.

Meskipun berkiblat pada konsep yang begitu alami, namun bukan berarti teknik ini mengesampingkan perlunya intervensi medis. Menurut Okke Evriana Amd.Keb., Bidan di Galenia Mom and Child Center, pemantauan kesehatan calon ibu dan janin tidak boleh luput dari perhatian. “Tetap harus beriringan dengan hal medis. Minim intervensi memang benar. Selama hamil dan bersalin, intervensi medis diberikan sesuai indikasi saja. Kalau masih bisa bersalin normal, kenapa tidak? Tapi, untuk mengetahui kondisi kehamilan berarti tetap harus rutin memeriksakan ke dokter,” papar Okke.

Tenang Berkat Hipnosis
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, ketenangan calon ibu dalam menyambut kelahiran bayi memang menjadi kunci kelancaran persalinan. Namun meraih kelahiran yang tenang dan damai pun perlu banyak persiapan. Proses menyiapkan diri itulah yang harus dilatih sejak dini. Maka dalam gentle birth, salah satu rangkaian yang umumnya dipersiapkan calon ibu adalah menjaga kestabilan diri dengan self-hypnosis.
“Hipnosis itu persiapan sebelum melahirkan untuk mencapai ketenangan saat persalinan. Itu akan membuat ibu rileks. Dan, relaksasi itu skill yang harus dilatih agar saat persalinan ia bisa melakukan hipnosis sendiri,” tambah Aviasti. Mengingat hipnosis juga dapat digunakan ibu untuk meraih ketenangan saat kehamilan, maka menurut Aviasti, akan lebih baik jika hipnosis dipelajari calon ibu sedini mungkin.

Pada prinsipnya, hipnosis merupakan teknik untuk memasuki alam bawah sadar manusia dan menanamkan sugesti positif di dalamnya. Ada tiga tahap yang membangun hipnosis yaitu relaksasi, repetisi, dan afirmasi. Pertama-tama ibu diajarkan untuk rileks, salah satunya dengan cara mengatur pernapasan. Ketika telah mencapai kondisi rileks, selanjutnya ia akan diberi afirmasi atau kalimat positif yang diucapkan berulang-ulang. Kalimat-kalimat positif itulah yang kemudian akan tertanam di alam bawah sadar dan menguatkan ibu saat persalinan.

“Pada ibu yang sudah punya trauma akibat persalinan sebelumnya, akan dicoba dibongkar dulu memorinya. Kami ajak bicara dan tanamkan kepercayaan dengan kalimat positif bahwa kali ini, persalinan akan berbeda,” tukas Aviasti. Dengan demikian, ibu akan lebih menguasai diri dalam mengatur rasa sakit dan perasaan tidak nyaman menjelang melahirkan.

Okke lantas menambahkan, hasil yang diharapkan dari hipnosis ini sebenarnya pada penerimaan. “Bagaimana ibu dapat siap secara fisik dan mental. Jadi ketika akan melahirkan ia sepenuhnya siap dan rileks. Kalaupun merasa mulas, ia akan berpikir positif. Misalnya, ‘Si Kecil sedang mencari jalan keluar nih, sebentar lagi ia akan keluar.’ Jadi bisa disikapi dengan lebih baik,” ujar Okke.

Lahir dengan Media Air
Seiring dengan kepopuleran gentle birth, istilah water birth pun kian banyak dikenal. Padahal, teknik melahirkan di air telah dilakukan sejak abad ke-12. “Tekniknya hampir sama dengan teknik melahirkan seperti biasa, hanya ini dilakukan di dalam air. Suhu air disamakan dengan suhu tubuh sehingga bayi lebih nyaman,” ujar Okke. Proses persalinan dengan media air ini dilakukan di dalam sebuah kolam karet yang sebelumnya telah menempuh proses sterilisasi.

Pasalnya, menurut Okke, media air dapat berdampak baik untuk ibu maupun bayi. Ketika masih di dalam perut, bayi berada di dalam air ketuban Sang Ibu. Pemilihan suhu air pun disesuaikan dengan suhu tubuh ibu, yaitu kisaran 36,5-37,5 derajat Celsius. Suhu ini dinilai menjadi media yang paling lembut dan ramah untuk bayi. Sementara untuk ibu, hangatnya air dapat meningkatkan perasaan nyaman dan tenang.

“Dalam water birth, ibu juga dapat memilih posisi yang menurut dia nyaman. Boleh setengah duduk atau jongkok. Biasanya, sih, setengah duduk, karena melahirkan dengan posisi tidur telentang justru jarang pada water birth," kata Okke. Ia menambahkan, selain dapat meminimalisasi sobekan di vagina, posisi setengah duduk ini juga searah dengan gravitasi sehingga membuat kelahiran lebih mudah.

Namun ketika memutuskan untuk memilih water birth, perlu dipastikan terlebih dahulu kondisi ibu dan janin. Pasalnya, persalinan dengan teknik ini dikatakan aman dilakukan jika kondisi ibu dan janin dalam keadaan siap. Dalam artian, jika ditemukan indikasi-indikasi tertentu dalam kehamilan, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter tentang kemungkinan melahirkan secara alami dengan media air ini.

“Misalnya anak pertama dilahirkan dengan caesar, maka harus diketahui indikasi pada kehamilan pertama terlebih dahulu. Atau, jika anak pertama dilahirkan dengan caesar dan bayi kedua ini terlihat lebih besar, itu juga ada risikonya. Jadi harus diketahui indikasi sebelum lahir, bagaimana kondisi ibu dan dedeknya,” papar Okke.

Menunda Pemotongan Tali Pusat
Dalam gentle birth, dikenal pula istilah “lotus birth” yang berarti metode perawatan tali pusat dan plasenta. Ada juga istilah delayed cord clamping yang berarti pemotongan tali pusat bayi ditunda hingga kondisi bayi siap. “Pada dasarnya kami selalu menerapkan delayed cord cramping karena ada keuntungan yang diraih jika tali pusat tidak langsung dipotong,” ujar Okke. Kecuali jika ditemukan indikasi-indikasi tertentu seperti lilitan tali pusat yang terlampau ketat, perdarahan hebat, atau jika tali pusat terlampau pendek. “Jika tidak ada indikasi yang mengharuskan tali pusat segera dipotong, kami memilih menunda pemotongan hingga inisiasi menyusu dini,” tambah Aviasti.

Adapun guna dari menunda pemotongan tali pusat, menurut Aviasti, adalah agar transisi bayi dari dalam perut hingga setelah lahir berjalan lebih lembut. Pasalnya, selama sembilan bulan dalam kandungan bayi bernapas dan makan melalui tali pusat. “Beberapa detik setelah lahir, bayi pun sebenarnya tidak langsung napas. Jika saat bayi belum bernapas sudah dipotong tali pusat, otomatis dia sempat kekurangan oksigen,” tambahnya.
Lain halnya jika menunda pemotongan. Selain menghindari fase bayi kekurangan oksigen, penundaan pemotongan tali pusat ini membuat paru-paru bayi berkembang lebih lembut.

Tak Berarti Sakit Hilang
Menurut dr. Prima Progestian SPOG., istilah gentle birth pertama kali timbul dari bidan-bidan di Amerika yang pada dasarnya memiliki arti serupa dengan home birth, “Jika dilihat secara teknik sebenarnya sama saja, karena gentle birth itu bukan mengacu pada teknik tertentu melainkan istilah lain dari melahirkan di rumah.” Jika penanganannya dikatakan lebih gentle, menurut Prima, bisa jadi karena tenaga kesehatan yang mempraktikkan gentle birth memperhatikan seluruh aspek dengan pendekatan psikososial. Sebagai contoh adalah keikutsertaan dalam memandikan ibu, memandikan plasenta, juga merawat bayi.

Lebih lanjut ia mengatakan, melahirkan di dalam air (water birth) memang membuat ibu rileks karena ia berada di air hangat. Namun, bukan berarti dapat menghilangkan rasa sakit. “Rasa sakit tetap ada karena, kan, ibu masuk ke air pada pembukaan tujuh. Jadi sebenarnya masih ada sakit hanya memang bisa membuat ibu rileks,” tukasnya.

Selain itu, perlu pemantauan kondisi bayi dan ibu terlebih dahulu sebelum memutuskan persalinan dengan metode water birth. Pasalnya jika ada komplikasi seperti darah tinggi atau diabetes pada ibu, terjadi ketuban pecah, atau posisi kepala bayi yang sungsang atau melintang, metode persalinan ini akan berisiko. Maka dari itu, konsultasi ke tenaga kesehatan mengenai teknik persalinan yang akan dipilih sangat diperlukan sebelum mengambil keputusan tersebut.

“Sementara lotus birth itu artinya tidak memotong tali pusat dan menunggu hingga kering. Jadi yang biasa saya lakukan itu delayed cord clamping atau menunda pemotongan, biasanya baru dipotong setelah dua hingga tiga menit lahir,” papar penulis Buku Panduan Ingin Hamil: Cara Menentukan Masa Subur ini. Ia menambahkan, penundaan pemotongan dengan jangka waktu tersebut bertujuan untuk mengalirkan dua ratus hingga tiga ratus millimeter darah pada bayi. “Dengan begitu kadar HB dan feritin pada bayi akan lebih tinggi sehingga mengurangi risiko anemia,” tukas Prima. Sementara bila pemotongan tali pusat ditunda terlalu lama, bayi justru akan kelebihan sel darah merah.