Cara Mendapatkan Anak Prosedur Bayi Tabung

Semakin awal pasangan melakukan program bayi tabung, semakin besar pula tingkat keberhasilannya. Namun kesiapan mental, fisik, dan finansial juga harus matang agar pasangan siap menghadapi lika-likunya. Sudah berapa lama Anda dan pasangan berupaya mendapatkan keturunan? Setahun, dua tahun, satu dekade, atau bahkan lebih? Anda berdua tak sendiri menghadapi masalah pelik nan sensitif ini. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, dari 39,8 juta wanita usia reproduksi di Indonesia, 10-15 persennya mengalami infertilitas. Faktor sperma juga turut berkontribusi pada gangguan kesuburan yaitu sebesar 35 persen.

Sebenarnya, saat ini terdapat banyak cara yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi masalah infertilitas. Salah satunya, IVF (In Vitro Fertilization) atau bayi tabung. Sayangnya, siklus FIV di Indonesia masih rendah. Bahkan pasangan yang memiliki gangguan kesuburan di Indonesia lebih memilih berobat ke negara tetangga.
Padahal menurut Prof. dr. Soegiharto Soebijanto, Sp.OG(K)., Ketua Perkumpulan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), terdapat dua puluh klinik pelayanan FIV di Indonesia. “Klinik-klinik tersebut didukung oleh dokter-dokter yang profesional dan fasilitas terdepan. Pelayanan yang diberikan mulai dari konsultasi awal, layanan terpadu, sampai dengan konsultasi biaya,” urai Soegiharto.

Setahun Berlalu Tanpa Hamil
Di luar faktor tadi, kurangnya pengetahuan (reproduksi, infertilitas, pengobatan infertilitas) dan mahalnya biaya bayi tabung turut berpengaruh pada rendahnya siklus bayi tabung di Indonesia. Padahal faktor usia memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan program bayi tabung.
“Lebih awal pasangan suami istri melakukan proses bayi tabung maka akan lebih besar keberhasilannya,” ucap dr. Budi Wiweko, SpOG(K)., Spesialis Kandungan dari Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Apalagi sekitar satu juta sel telur yang dimiliki perempuan akan berkurang seiring menstruasi hingga menopause. “Di usia 37 tahun, jumlah sel telur tinggal 25 ribu.”

Lantas, kapan pasangan harus segera memeriksakan diri terhadap kemungkinan infertilitas? “Kalau sudah menikah setahun sampai dua tahun dan hubungan seksualnya benar, tanpa alat kontrasepsi,” ujar dokter yang akrab dipanggil Iko ini. Hubungan seks yang benar dan sehat dianjurkan dilakukan paling tidak dua kali seminggu. “Kalau ini dilakukan, seharusnya masa subur atau ketika sel telur matang dilepaskan, tidak akan terlewat dan akan terjadi pembuahan,” tambahnya.

Faktor Ketidaksuburan
Sel telur yang berkualitas baik dan matang secara sederhana bisa dilihat dari siklus haid. “Kalau mens-nya dua kali sebulan atau tiga bulan sekali, ini menandakan ada masalah dalam pembentukan sel telur,” ujar Iko. Secara garis besar, gangguan infertilitas pada perempuan juga disebabkan oleh gangguan pematangan sel telur, rahim yang bermasalah, dan kerusakan di saluran telur seperti sumbatan dari infeksi dan endometriosis (kista cokelat). “Keluhannya, nyeri haid yang luar biasa,” ujar Sekretaris Jenderal PERFITRI ini.

Namun sel telur bukan satu-satunya penyebab gangguan kesuburan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sepertiga gangguan kesuburan juga disebabkan faktor sperma. Berbeda dengan anggapan awam, sperma encer atau kental sebenarnya tidak menandakan subur tidaknya seorang pria. “Yang bermakna adalah pemeriksaan di bawah mikroskop, ada atau tidaknya sperma. Paling tidak, jumlah sperma minimal lima belas juta per cc per ejakulasi. Jika suami sekali ejakulasi 3 – 4 cc, berarti dia memiliki enam puluh juta sperma,” urai Iko. Bentuk sperma juga berpengaruh. Sperma yang normal hanya memiliki satu kepala, satu leher, satu ekor.

Dari faktor-faktor yang ditemukan pada pemeriksaan, barulah dokter bisa menentukan jenis pengobatan yang harus dilakukan untuk membantu pasangan. “Apakah masih bisa normal, dengan obat-obatan, atau inseminasi, atau bayi tabung,” ujar Iko.

Prosedur Bayi Tabung
Akan tetapi, program bayi tabung menjadi pilihan terakhir jika hasil pemeriksaan menunjukkan sperma tidak dapat dikoreksi, sumbatan pada kedua saluran telur, endometriosis derajat sedang dan berat, gangguan pematangan sel telur yang tidak dapat dikoreksi. “Dan, faktor yang tidak dapat dijelaskan atau semuanya normal tapi enggak hamil-hamil juga,” ujar Iko.

Prinsip kerja bayi tabung adalah mendapatkan kehamilan pada pasangan infertilitas dengan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia. “Setelah terjadi pembuahan, sejumlah 2 – 3 embrio akan ditanam ke dalam rahim calon ibu,” jelas Iko. Jika embrio yang diambil banyak, sisanya dibekukan di suhu -196 derajat Celcius. “Pada suhu ini, kehidupan stop dan embrio akan bertahan,” ujar Iko.

Prosedur bayi tabung yang umumnya membutuhkan biaya Rp 40 - 70 juta per siklus ini umumnya berjalan selama 4 – 6 minggu dan melalui delapan tahap. Di antaranya pemeriksaan USG, hormon, saluran telur, dan sperma. Selanjutnya dilakukan penyuntikan obat penekan hormon dan penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur. “Disuntik biasanya sembilan hari berturut-turut,” tambahnya.

Sel telur yang sudah besar dan “dipanen“ di luar diambil dan dipertemukan dengan sperma. Kira-kira seperti ini Iko menggambarkan prosesnya, “Sperma yang ‘malas’ ini ditangkap ekornya, kemudian kita ‘paksa’ dia untuk masuk ke dalam sel telur yang kita ambil ke luar sampai masuk ke dalam sel telur,” jelas Iko. Setelah embrio ditransfer ke rahim calon ibu, pasangan tinggal menunggu hasil kira-kira selama empat belas hari.

Hamil Ganda
Tingkat keberhasilan program bayi tabung di dunia berkisar 40 –50 persen. “Tahun lalu di Indonesia, dari dua puluh klinik bayi tabung terdapat sepuluh klinik yang report data ke organisasi. Kami mengerjakan kurang lebih dua ribu bayi tabung dalam setahun. Yang hamil, kurang lebih 600 pasien, jadi success rate-nya 30 persen,” urai Iko.

Namun Iko mengingatkan bahwa keberhasilan program bayi tabung sangat berkaitan dengan usia calon ibu, cadangan sel telur, dan faktor penyebab infertilitas. “Di bawah 35 tahun, kehamilan terjadi hingga 25 persen dan akan terus menurun sesuai usia,” tegas Iko. Meski demikian, program bayi tabung bukan berarti tak memiliki komplikasi. “Salah satunya kehamilan ganda atau kembar. Dianggap menjadi komplikasi karena bayi prematur, kecil, dan memerlukan perawatan dan biaya yang lebih besar,” jelas Iko.

Program bayi tabung juga bisa menimbulkan komplikasi lain seperti hiperstimulasi ovarium, hamil di luar kandungan dan infeksi serta pendarahan saat pengambilan sel telur. Selebihnya, tidak ada perbedaan dalam hal tumbuh kembang, fisik, psikis, dan kecerdasan antara bayi tabung dan bayi yang didapatkan dari pembuahan alami. Terakhir, Iko menyarankan agar para pasangan selalu berpikir positif bahwa selalu ada jalan untuk mendapatkan momongan, selalu rileks, dan yakinlah bahwa Anda akan hamil.

Pria Periksa Lebih Dulu
Tak jarang suami enggan memeriksakan diri. Akhirnya, hanya istri yang bolak-balik diperiksa di dokter kandungan ketika kehamilan tak kunjung datang. Padahal pemeriksaan yang dialami oleh perempuan seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman. “Lima puluh enam persen perempuan yang datang ke klinik infertilitas enggak mau datang karena takut periksa dalam,” ujar Iko yang ditemui di talkshow “Selalu Ada Jalan Miliki Buah Hati”. Artinya, pria mestinya diperiksa terlebih dulu dibandingkan perempuan. “Pemeriksaan pada pria lebih mudah dibandingkan dengan wanita yang harus mengalami pemeriksaan dalam yang tidak nyaman,” tegas Iko.

Tak Hanya Uang 
Banyak aspek yang harus dipersiapkan ketika pasangan memutuskan memiliki anak. Di antaranya adalah aspek fisik, aspek mental, dan aspek finansial. “Menjadi orangtua adalah ikatan seumur hidup. Dan memiliki anak akan memberi perubahan besar dalam hidup ayah dan ibunya,” ujar Dra. Ratih Andjayani Ibrahim, MM., Psi., dari klinik Personal Growth.

Saat menyiapkan mental, kedua pasangan harus sama-sama menginginkan anak dan relasi antar keduanya harus kokoh, sehat, dan penuh cinta. “Periksa harus berdua, keduanya harus mau sama-sama berusaha dan mau mencoba,” tegas Ratih. Beri juga pasangan dukungan emosional, terutama dalam menghadapi respons lingkungan luar. “Pahami juga bahwa situasi ini tidak mudah,” ungkap Ratih.

Dari segi fisik, maka yang harus disiapkan adalah kebiasaan hidup sehat seperti nutrisi dan gizi yang baik, berolahraga teratur, tidur cukup. Sementara dari segi finansial, orangtua harus bertanggung jawab dengan membuat perencanaan keuangan yang matang. “Bisa meminta bantuan financial planner. Rencanakan biaya kesehatan, asuransi, biaya pendidikan, dan biaya hidup anak,” sarannya. Yang terpenting, kata Ratih, Anda berdua harus menikmati waktu berdua dan saat menunggu kehadiran buah hati dengan rileks, berupaya, dan berdoa.