Imunisasi, terangnya lebih lanjut, akan memberikan antibodi bagi anak. Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik. Tapi suatu saat, antibodi itu akan turun lagi. Nah, pada saat antibodi turun atau hampir habis, harus diberikan imunisasi lagi agar antibodi yang turun itu bisa kembali baik. Itulah mengapa, imunisasi ulangan sangat penting. Jadi, Bu-Pak, jangan menganggap si kecil sudah aman lantaran di usia bayi imunisasinya sudah lengkap sehingga tak perlu diulang lagi di usia ini. Lagi pula, enggak ada ruginya, kok, memberikan imunisasi pada anak. Bukankah dengan anak memiliki antibodi yang baik, maka dapat mencegah anak terserang penyakit yang bisa menimbulkan kematian dan kecacatan, yang memang merupakan tujuan pemberian antibodi? Jadi, kalau memang bisa, kenapa kita tidak membuat anak hidup dengan kualitas prima?
SESUAI JADWAL
Memang, tutur Sri lebih lanjut, imunisasi hanya bersifat pre exposure atau pencegahan primer. "Sebelum anak berkenalan dengan kuman, jauh-jauh hari sudah kita siapkan pencegahannya." Apalagi jika anak sudah mulai bersosialisasi; mulai masuk play group , bermain, bertemu dengan banyak orang, dan sebagainya. Nah, kita, kan, enggak tahu kesehatan orang-orang yang bertemu dengan anak kita. Tahu-tahu saja anak terkena dipteri, polio, TBC, dan sebagainya. Bahkan, anak yang "dikurung" pun terkadang masih bisa kena juga. Itulah mengapa, imunisasi menjadi penting.
Lebih jauh dijelaskan oleh Sri, tubuh memiliki ambang pencegahan terhadap serangan penyakit. Ambang pencegahan bisa dilihat atau diukur lewat pemeriksaan darah. Misalnya, DPT, diukur berapa kadar Dipteri, Pertusis, dan Tetanusnya. Nah, seorang anak bisa tak terkena ketiga penyakit ini jika antibodinya lebih dari ambang pencegahan. Ambang pencegahan inilah yang harus dikejar lewat pemberian imunisasi. Tentu saja pemberian imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal. Biasanya dokter yang akan memberikan jadwal tersebut.
"Jadwal itu bukan asal ditentukan, lo, tapi memang dilihat dari perjalanan penyakit." Jadi, kalau pemberiannya terlambat, hasilnya pun tak akan maksimal sehingga anak tetap berisiko kena penyakit. Namun begitu, bukan berarti imunisasi lantas tak perlu diberikan karena sudah kadung terlambat. "Bagaimanapun telatnya, anak tetap harus diberikan imunisasi," tegas Sri, "dengan harapan belum kebablasan," lanjutnya.
Kendati hasilnya tak maksimal, paling tidak, dengan imunisasi ulangan tersebut, antibodinya tak terlalu rendah. Jadi, Bu-Pak, segera bawa si kecil ke dokter bila imunisasinya terlambat. Dokter pun akan membuatkan jadwal ulang agar bisa secepatnya menyelesaikan jadwal imunisasi tersebut, dengan persetujuan orang tua. Tapi harus ditaati, lo, Bu-Pak. Jangan sudah diberi jadwal tapi masih juga bandel terlambat.
IMUNISASI DOBEL
Selain agar tak terlambat, jadwal imunisasi juga penting untuk menghindari anak mendapatkan imunisasi dobel. Misalnya, sudah diberi imunisasi BCG tapi kemudian diberi lagi vaksin yang sama. Memang, aku Sri, pemberian imunisasi yang dobel tak jadi masalah asalkan intervalnya tak terlalu dekat.
"Tapi kasus pemberian imunisasi yang dobel biasanya jarang terjadi," katanya. Namun begitu, kita tetap perlu berhati-hati. Pasalnya, vaksin tersebut ada yang dibuat dari virus hidup, dari komponen bakteri, atau dari bakteri yang dilemahkan. Nah, celakanya bila si kecil mendapatkan vaksin dari virus hidup atau dilemahkan. Karena dengan masuknya virus hidup yang baru, virusnya menjadi lebih kuat.
Antibodi yang ada malah akan dinetralisir. Akibatnya, anak justru bisa terserang penyakit tersebut. Itulah mengapa, Sri menganjurkan agar orang tua dan dokter harus tahu lebih dulu, vaksin tersebut dibuat dari apa sebelum disuntikkan kepada anak. Selanjutnya, setiap kali usai imunisasi, orang tua sebaiknya juga jangan langsung membawa anak pulang. "Tunggu beberapa saat untuk menunggu reaksi yang terjadi sekitar 15 menit setelah disuntikkan," anjurnya.
Dengan demikian, bila terjadi apa-apa bisa langsung ditangani atau dikonsultasikan ke dokter. Penting diketahui, imunisasi yang didapat anak harus lengkap. Kartu imunisasi pun harus dijaga jangan sampai hilang, terlebih bila Ibu dan Bapak berencana pindah ke luar negeri atau menyekolahkan anak ke luar negeri. Pasalnya, ada negara yang menolak bila imunisasi yang didapat anak belum lengkap. Selain itu, kartu imunisasi bisa dipakai oleh semua dokter di seluruh dunia. Jadi, bila Ibu dan Bapak berpindah dokter, tinggal sodorkan kartu tersebut saat membawa si kecil untuk diimunisasi.
IMUNISASI YANG HARUS DIULANG
Sebagaimana diketahui, ada 5 imunisasi dasar yang diberikan saat anak berusia 0-1 tahun, yaitu Hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak. Selain itu, ada satu lagi vaksin yang sifatnya hanya dianjurkan -karena biayanya agak mahal- diberikan di usia 0-1 tahun, yaitu HiB (Haemofillus Influenza tipe B). "HiB merupakan suatu kuman yang bisa menyebabkan radang selaput otak atau meningitis dan pneumonia. Ini paling berbahaya.
Menurut penelitian, penyakit ini juga menyebabkan kematian terbanyak pada anak-anak. Karena itulah dibuat vaksinnya, meski masih agak mahal," terang Sri Rezeki. Nah, dari kelima vaksin dasar yang merupakan program pemerintah ini, ada 3 vaksin yang harus diulang di usia batita, yaitu DPT, polio, dan campak. Sedangkan vaksin BCG dan Hepatitis B cukup diberikan hanya sekali di usia bayi.
"Vaksin BCG tak perlu diulang karena antibodi yang diperoleh tinggi terus, tak pernah turun seumur hidup. Demikian pula vaksin Hepatitis B, bisa bertahan lama," jelas Sri. Khusus Hepatitis B, lanjut Sri, yang penting sebetulnya mencegah penularan dari ibu ke anak. "Usia produktif wanita untuk memiliki anak biasanya, kan, berkisar pada usia 20 sampai 35 tahun. Nah, usia produktif inilah yang harus dilindungi, yaitu dengan pemberian vaksin Hepatitis B.
Meskipun cuma diberikan satu kali ketika si anak perempuan berusia bayi, namun sudah cukup untuk melindunginya sampai di usia produktif nanti." Sementara vaksin yang diulang, yaitu DPT, dilakukan setahun setelah DPT 3 karena setelah setahun, antibodinya akan turun. "Jadi, harus digenjot lagi agar antibodinya bisa baik kembali." DPT memang sangat crusial karena antibodi yang dihasilkan tak bertahan lama.
Demikian pula halnya dengan Polio, juga diulang setelah Polio 3 karena antibodinya akan turun setelah setahun. Sedangkan campak diulang pada saat anak berusia 15-24 bulan. Pengulangan dilakukan lewat imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella), karena selain untuk mencegah campak (Measles), juga mencegah gondongan (Mumps) dan Rubella yang juga merupakan sejenis campak. Pengulangan ini sangat penting agar ibu hamil terhindar dari serangan Rubella. Pasalnya, serangan Rubella selagi hamil menyebabkan anak yang dilahirkan bisa menjadi cacat. Misalnya, tubuhnya kecil, menderita kelainan jantung, buta, atau cacat sejak lahir.
Nah, inilah yang harus kita cegah. Bukan berarti vaksin Rubella hanya penting bagi anak perempuan saja, lo. "Anak lelaki juga penting karena dia akan menjadi calon bapak. Bisa saja, kan, si calon bapak ini menjadi carrier atau pembawa penyakit. Nah, dia tentu akan menularkan kepada anaknya," terang Sri. Jadi, tandasnya, kalau mau membasmi penyakit, ya, harus pada semua anak, bukan cuma anak perempuan. Sementara gondongan, virusnya bisa masuk ke alat-alat reproduksi, baik testis maupun ovum anak. "Bila anak sampai mengalami infeksi akibat virus gondongan, ia bisa mandul kelak," tutur Sri.
IMUNISASI LANJUTAN
Selain ada imunisasi yang harus diulang di usia ini, juga ada beberapa imunisasi lanjutan, yaitu:
- Typhim-Vi. Imunisasi untuk mencegah penyakit tipus. Transmisi tipus berlangsung lewat makanan. Itulah mengapa, imunisasi ini diberikan diberikan saat anak berusia 2 tahun karena ia sudah mulai bersosialisasi, termasuk jajan. Biasanya imunisasi ini diulang setiap 3 tahun karena antibodi yang dihasilkan cepat habis.
- Varisela. Ini imunisasi untuk pencegahan cacar air. Di luar negeri, biasanya diberikan saat anak berusia di atas setahun. Namun di Indonesia, biasanya baru diberikan saat anak berusia 10 sampai 12 tahun. Pasalnya, cacar air pada anak kecil umumnya tak begitu berbahaya. Tak demikian halnya pada anak yang lebih besar, akan berpengaruh terhadap kosmetik anak. Misalnya, muka menjadi bopeng. "Tapi sebenarnya yang akan kita lindungi dari pemberian imunisasi ini adalah ibu-ibu hamil, jangan sampai terkena varisela. Karena kalau ibu hamil sampai terkena cacar air, janinnya bisa lahir cacay atau istilahnya congenital varicella," terang Sri.Jikapun Ibu dan Bapak ingin si kecil di usia ini mendapatkan vaksin cacar air, boleh-boleh saja, sepanjang keuangan memang memungkinkan. Soalnya, vaksin ini biayanya agak mahal. Hanya perlu diketahui, usia vaksin ini hanya 25 tahun. Jadi, bila anak usia di atas setahun diberikan vaksin ini, maka di usia sekitar 27 tahun, antibodinya sudah habis. Padahal, usia tersebut merupakan usia produktif wanita untuk hamil.
- Hepatitis A. Sama seperti tipus, transmisi penyakit hepatitis A (kuning) berlangsung lewat pencemaran makanan. Paling banyak menyerang anak usia sekolah. Biasanya diberikan di atas 2 tahun karena pada usia tersebut anak sudah mendapat ekspose makanan yang tak bersih. Hepatitis A akan membuat anak demam, lesu, mual, sampai tak mau makan. Meski tak begitu berbahaya, namun tetap mengganggu. Apalagi, anak, kan, belum bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya.