Sri Kurniawati, 46, resah ketika mengetahui salah seorang temannya meninggal mendadak akibat stroke. Padahal, teman Kurnia -begitu panggilan akrabnya- tampak sehat meski obesitas. 'Saya jadi ngeri Mbak. Saya takut sekali kalau mengalami hal yang sama,' katanya. Apalagi, Kurnia pernah mengeluh punggung dan tengkuknya sakit. Awalnya, dia mengira itu gejala masuk angin. 'Ternyata, kolesterol saya agak tinggi,' tegasnya.
Setelah itu, staf pengajar SMK Negeri 6 Surabaya tersebut serius menjaga pola makan dalam setahun terakhir. Dia mengurangi konsumsi makanan berlemak serta makanan yang digoreng. 'Makan berlemak sedikit saja, saya merasa tengkuk dan punggung sakit. Berarti, kadar kolesterol kan naik lagi,' ucapnya.
Tak hanya lemak, Kurnia juga mengurangi makan protein hewani. Dia menarget hanya seminggu sekali makan daging. Misalnya, soto daging atau rawon. 'Namun, saya hilangkan dulu lemak pada kuah dan dagingnya,' ungkapnya. Begitu juga jeroan, bebek, dan burung dara. Untuk jenis makanan yang terakhir disebut, Kurnia sudah tak mengonsumsinya.
Sebagai gantinya, Kurnia memperbanyak konsumsi tempe dan tahu. Tentu saja, pengolahannya dikukus dan ditumis bersama sayur. 'Tak lupa minum jus. Segala buah dibuat jus. Bisa juga, cocktail,' paparnya.
Apa manfaat setelah setahun menjaga pola makan? Kurnia mengatakan, kolesterol, gula darah, serta tekanan darahnya stabil. 'Tiap tiga bulan, saya general checkup. Alhamdulillah, hasilnya masih bagus dan selalu stabil,' ungkapnya. Pegal di punggung atau tengkuknya pun mereda.
Ditegaskan dr Djoko Santoso SpPD-KGH PhD, konsumsi makanan memang menyesuaikan aktivitas keseharian. Aktivitas di depan komputer, misalnya, tak mengeluarkan banyak energi. Tubuh dan otak memang capai, namun tak banyak mengeluarkan keringat. Jumlah kalori yang dibutuhkan mungkin hanya 1.600. Asupan kalori yang berlebihan berisiko menumpuk di dalam tubuh. Terutama, di bagian perut. 'Hal ini yang membuat perut buncit. Tubuh pun melar alias gemuk,' ungkap spesialis penyakit dalam dari RSUD dr Soetomo, Surabaya, itu.
Dia meminta setiap orang mengenali bahan makanan sehat. 'Yang baik adalah protein nabati, seperti tempe dan tahu. Sebab, tempe mengandung bahan yang menghambat usus menyerap lemak,' katanya.
Meski begitu, Djoko tak menyarankan tempe goreng. Apalagi, digoreng dengan minyak kelapa sawit yang tinggi kolesterol. 'Alternatifnya, dikukus dan dibakar. Atau, diolah menjadi masakan tapi bebas santan atau kelapa,' jelasnya.
Konsumsi protein hewani tetap diperbolehkan. Sebab, protein hewani juga baik untuk metabolisme tubuh dan otak. 'Tapi, ya itu tadi, jumlahnya terbatas. Proporsinya, 80 persen protein nabati. Sisanya, 20 persen protein hewani,' lanjut konsultan ginjal dan hipertensi itu. Apalagi, terlalu banyak konsumsi protein akan memperberat kerja ginjal. 'Salah satu gejalanya, keluarnya protein dari kencing,' ungkap Djoko.