"Saya benar-benar repot dibuatnya, Dok. Setiap kali bepergian, anak saya selalu mabuk. Biarpun jaraknya dekat, tetap saja mabuk. Kalau jaraknya jauh, mabuknya lebih heboh lagi, bisa muntah berkali-kali. Penyebabnya apa, sih, Dok? Bisa disembuhkan enggak?" pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan Ibu Andry di ruang konsultasi dokter anak. Kita pun sering, kan, mengeluhkan hal yang sama dengan Ibu Andry. Jadi, yuk, kita sama-sama mencari tahu tentang mabuk perjalanan.
GERAKAN SPASIAL
Mabuk, menurut Dr.H. Adi Tagor, Sp.A, DPH, terjadi karena gerakan spasial (ruangan) yang menyebabkan alat keseimbangan terangsang secara berlebihan. Hal ini terjadi karena sensasi gerakan tak sesuai dengan yang dilihat mata sehingga penafsiran otak jadi kacau. Alat keseimbangan terdapat di dalam telinga yang syaraf-syarafnya tersambung ke otak belakang, disebut gyrocensor atau motion censor (sensor keseimbangan). "Semua rangsangan gerak dari luar akan merangsang diri kita melalui sensor tersebut," terangnya. Alat keseimbangan ini seperti dua tabung berbentuk dua lingkaran.
"Lingkaran horisontal letaknya memotong badan kita, sedangkan satunya lagi vertikal atau sejajar dengan sumbu badan kita. Di dalamnya terdapat cairan. Bila ada gerakan memutar, misalnya, maka syaraf akan terangsang." Prinsip alat keseimbangan tak berbeda dengan indra lain, misalnya, lidah yang bisa peka terhadap rasa, baik asem, asin, manis, dan pedas. Reaksi dari rangsangan yang ditimbulkan berupa motion sickness, yaitu keadaan yang ditandai dengan pusing, sakit kepala, mual-mual, sampai muntah-muntah. Biasanya reaksi yang ditimbulkan akibat gerakan vertikal (naik turun) lebih parah daripada gerakan horisontal (ke kiri dan ke kanan). Misalnya, mobil yang berbelok atau jet coaster yang bergerak memutar naik turun.
"Gyrocensor memang lebih peka terhadap gerakan vertikal. Jadi, gerakan naik turun ini akan lebih merangsang muntah." Kalau anak mengalami dua-duanya sekaligus, misalnya, naik bus di pegunungan yang berkelok-kelok, "maka dua-duanya akan terasa, baik vertikal maupun horisontal." Jadi, Bu-Pak, tak heranlah kalau kemudian si kecil langsung mengalami motion sickness ketika melewati kondisi jalanan seperti itu.
MEMANG SUDAH BAWAAN
Persoalannya, kenapa ada yang langsung bereaksi muntah karena perjalanan berkelok tadi, tapi ada juga yang tidak? Ternyata, kata Adi, sensitivitas alat keseimbangan pada setiap anak berbeda satu sama lain. "Soal sensitif ini memang karena sudah bawaan. Bila sejak kecil sudah peka, ya, sampai tua pun ia akan peka." Alat ini pun, terangnya kemudian, enggak bisa dilatih supaya kepekaannya berkurang.
"Sama seperti orang yang enggak tahan pedas, sampai tua pun ia enggak tahan pedas meski dilatih makan cabe." Pada anak yang sangat peka, mungkin reaksi yang muncul langsung muntah; pada anak lain, mungkin hanya berupa pusing dan mual-mual. Kecuali karena kepekaan gerakan spasial, motion sickness pun dipengaruhi oleh kondisi kesehatan tubuh. Misalnya, saat anak lebih fresh dan fit, kendati ia memiliki kepekaan tinggi, mungkin motion sickness-nya tak muncul secara parah. Sebaliknya gerakan spasial hebat bisa saja mempengaruhi keseimbangan orang sehat sekalipun. Tak heran bila seorang pilot satu waktu mungkin mengalami motion sickness. "Maka itu mereka dilarang terbang bila sedang flu karena virus bisa mempengaruhi alat keseimbangan." Perlu Bapak-Ibu ketahui pula, anak yang memiliki kecenderungan alergi mudah terkena motion sickness, "karena alergi akan mempengaruhi kinerja alat keseimbangan," terang Adi. Misalnya, anak yang berbakat asma.
"Penderita asma bisa lebih sensitif pada kondisi-kondisi tertentu yang disebut bioritme. Saat bioritmenya rendah, asmanya kumat." Nah, saat asma datang, alat keseimbangan pun jadi terganggu sehingga anak bisa mengalami motion sickness. "Tak beda dengan tubuh kita, bila sedang 'down', kita jadi mudah terserang pilek, kan?" Sebetulnya, Bapak-Ibu bisa mengetahui kepekaan anak terhadap gerakan spasial ini sejak masih bayi. Coba saja, saat bermain dengan bayi, lakukan gerakan naik turun atau mengayun-ayun. "Mungkin bayi akan menjerit karena ia tak pede (percaya diri, Red.) pada keseimbangan dirinya." Selain menjerit, ekspresi takut anak bisa diperlihatkan dengan memejamkan mata, tertawa tapi suaranya getir. Jika parah, bisa sampai muntah, lo.
KERACUNAN POLUTAN
Ternyata, Bu-Pak, muntah-muntah tak selamanya akibat mabuk perjalanan karena gejala serupa muncul pula pada kasus keracunan polutan. Bau solar, misalnya, bisa mengakibatkan muntah-muntah. "Bedanya, pada motion sickness diawali dengan vertigo atau sakit kepala tujuh keliling, baru muntah-muntah. Sedangkan keracunan polutan hanya mual dan muntah tanpa vertigo."
Itulah mengapa, mabuk yang terjadi pada keracunan polutan sama sekali tak ada hubungannya dengan kepekaan spasial. "Mabuk jenis ini akibat toksin yang langsung masuk ke pusat muntah di otak," jelas Adi. Keracunan polutan bisa juga timbul akibat infeksi. Misalnya, anak jajan makanan basi atau minum air mineral yang tak steril sebelum melakukan perjalanan. Bila saat itu daya tahan tubuh lemah, bisa dipastikan 3-6 jam kemudian anak akan muntah-muntah.
Begitu juga bila suasana kendaraan umum terlalu berdesakan sehingga kurang oksigen. Bahkan, bau keringat yang ditimbulkan para penumpang pun bisa merangsang mual dan muntah. Cuma, rangsangannya melalui hidung, bukan telinga.
KEKURANGAN KALORI
Kendati mabuk perjalanan tampak sepele, tapi hati-hati, lo, karena bisa berakibat fatal. "Terutama pada bayi, bila muntah bisa masuk ke paru-paru," jelas Adi. Bila sampai muntah, umumnya anak bisa kembali pulih dengan rentang waktu enggak lebih dari 3 jam. Bila hebat dengan compulsory vomitting (muntah berulang) waktu pemulihannya bisa lebih dari 6 jam.
"Yang jelas, akibat muntah terus menerus, anak bisa tak mendapat intake." Nah, jika selama 12 jam enggak ada kalori yang masuk ke dalam tubuh anak, akan terjadi kekurangan garam dan kalori. "Kalau sudah demikian, anak harus diinfus untuk menggantikan cairan." Karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Bapak-Ibu harus waspada jika anak kerap mengalami motion sickness yang berat. Yang pertama harus dilakukan, segera bebaskan jalan nafas anak.
"Baringkan anak dengan posisi miring ke kiri atau ke kanan." Kemudian, bersihkan jalan nafas, yaitu hidung dan mulut. Ibu-Bapak bisa melakukannya sendiri, kok, tanpa harus menunggu pertolongan peralatan canggih; isap saja hidung anak supaya bebas dari muntahan. Jika anak memakai ikat pinggang, lepaskan supaya ia bisa bernafas lega. "Oksigen bisa membantu mengurangi efek-efek yang muncul berikutnya."
Buka jendela mobil, misalnya, dan matikan AC supaya udara segar bisa masuk. Langkah selanjutnya, gosok badannya dengan minyak hangat. Beri juga bau-bauan seperti cologne agar bisa menghilangkan bau-bauan yang merangsang muntah seperti bau keringat atau bau bensin. Jangan lupa beri minum air hangat atau air putih biasa. "Hal ini akan membantu karena reaksi histamin akan diencerkan dan dikeluarkan dari urin." Nah, Bu-Pak, sekarang enggak panik lagi, kan, bila si kecil mabuk. Tak perlu dokter, kok, karena Anda berdua pun bisa mengatasinya.
BERI TAHU ANAK
Orang tua juga harus mendorong anak supaya tetap senang bepergian. "Memang sulit dan butuh dukungan keluarga. Jangan malah melecehkan, 'Ah, Ade payah, enggak berani naik kereta.' Kendati tujuannya bergurau, tapi anak bisa jadi enggak pede," ujar Dr.H. Adi Tagor, Sp.A, DPH. Hal tersebut enggak cuma dialami anak kecil saja, lo, orang dewasa pun bisa enggak percaya diri kalau kelemahannya diekspos.
Tapi ini juga tergantung si anak sendiri. "Bila cerdas dan berani, ia akan cari tahu kenapa selalu pusing setiap kali naik mobil, misalnya. Nah, tugas orang tualah untuk memberi tahu anak supaya ia tahu penyebabnya." Ajari pula anak cara mengatasinya. Agar tujuan tercapai, beri tahu anak dengan bahasa yang tak menakut-nakuti. Kalau tidak, salah-salah dia malah jadi trauma bepergian. Tentu ini akan mengganggu produktivitas dirinya di masa depan, baik dalam arti rekreatif maupun produktivitas sesungguhnya. Semisal, kelak jadi pengusaha yang harus bepergian dari satu kota ke kota lain. "Kalau selalu mabuk, kan, repot juga, ya."