Itulah yang dialami Doni (4 tahun), putra Ibu Dita yang luput dari pengamatan orang tuanya. Ketika berkonsultasi ke dokter, Ibu Dita mengeluhkan Doni yang sangat rewel, tak mau makan dan minum. "Bahkan, mulutnya susah sekali dibuka."
Hasil pemeriksaan menunjukkan, keengganan makan sang anak merupakan trismus, yaitu gejala yang paling cepat dilihat pada kasus tetanus. "Bila sudah berat, gejala yang tampak akan lebih jelas lagi; disertai kekejangan pada otot, baik di perut, muka, dan tengkuk," terang Dr. H.M. Vinci Ghazali MBA, MM dari Kids World.
Tapi, kejangnya beda dengan stuip (kejang demam), lo. Stuip umumnya mengenai seluruh tubuh; terjadi akibat panas tubuh yang menimbulkan gangguan atau berpengaruh pada fungsi saraf sentral. Sedangkan kejang pada tetanus disebabkan ada gangguan saraf tepi hingga gejalanya muncul di otot-otot motorik.
Dengan demikian, tetanus merupakan penyakit akibat kekejangan otot-otot motorik yang disebabkan ambang saraf ototnya lebih rendah dari normal. Rendahnya ambang saraf otot ini lantaran saraf-saraf tersebut dipengaruhi toksin-toksin yang dilepaskan kuman tetanus (clostridium tetani), lalu mengganggu fungsi saraf.
GEJALA
Umumnya, kasus tetanus bisa disertai suhu yang meninggi, namun ada juga yang tidak. Bila disertai panas badan biasanya akibat infeksi. Adapun gejala yang bisa dilihat pada tetanus berupa ketegangan otot-otot, perut keras seperti papan, otot-otot muka berkontraksi menyeringai seperti singa, dan kekakuan otot tengkuk atau kaku kuduk (kuduk tak bisa ditekuk dan berat, tak bisa diangkat dan tak bisa lemas).
Pada gejala yang masih ringan, kadang sulit dibedakan dari gejala sakit gigi atau abses. Tak demikian halnya pada gejala berat, selain tampak lebih jelas, baru disentuh saja kekakuannya bertambah (kejang rangsang). Bahkan, tanpa ada rangsangan pun, kakunya bertambah terus (kejang spontan).
Menurut Ghazali, perubahan dari gejala ringan sampai berat tak ada data persis berapa jangka waktu yang dibutuhkan. "Umumnya, bila kadar toksin makin banyak, intensitas kejang makin keras dan makin dekat interval inkubasinya." Artinya, dari mulai terinfeksi sampai timbul gejala semakin pendek. Hal ini tergantung jumlah toksin yang beredar atau dihasilkan kuman tetanus. Nah, berapa banyak kadarnya, bisa dilihat dari gejalanya.
Bisa juga timbul komplikasi, lo. Bila yang terganggu otot-otot pernapasan, anak jadi susah bernapas. "Jadi, ada penekanan pernapasan yang sering disebut depresi sistem pernapasan. Volume pernapasannya pun berkurang dan anak mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen." Depresi pernapasan inilah yang sering menyebabkan kematian pada anak balita.
Pada anak lebih besar atau usia di atas 12 tahun, tetanus lebih sering mengakibatkan fraktur atau patah tulang belakang. Soalnya, kekejangan otot juga bisa menyebabkan kerusakan sistem tulang belakang.
INFEKSI TALI PUSAT
Perlu diketahui, kuman tetanus terdapat di alam dan bersifat tak bisa hidup bila ada oksigen. "Jadi, kuman ini memang senang hidup di tempat yang ada luka, karena luka, kan, kadar oksigennya kurang atau malah tak ada," jelas Ghazali. Luka-luka tertutup seperti luka karena tertusuk paku atau benda tajam yang dalam, sangat disukai kuman tetanus. Bukankah di ujungnya tertutup nanah hingga tak ada oksigen? Jadi, jika tak segera dibersihkan, di tempat itu terkumpul bekuan darah dan nanah yang lalu menutupi ujung lubangnya. Hingga, bila ada kuman tetanus terbawa ke sana, kuman itu mudah berkembang.
Kuman tetanus juga senang menempati luka di tempat pemotongan tali pusat bayi atau karena infeksi tali pusat. "Biasanya karena daya tahan tubuh bayi masih rendah dan bila terjadi pemotongan tali pusat yang tak steril atau karena infeksi lain, gejalanya jadi jelas."
Tempat lain yang disukainya, gigi, semisal abses gigi. Pada anak-anak, kasus yang kerap terjadi justru infeksi rongga telinga (otitis media). Pada infeksi rongga telinga, kan, sering keluar cairan dan terkadang berbau. "Nah, bila sudah ada radang seperti itu, kuman pun bisa masuk. Suasana ini juga kurang oksigen hingga kuman tumbuh di sana dan suatu saat berkembang jadi tetanus."
Jadi, timbulnya tetanus bisa karena luka potensial; luka kotor, luka tertutup bekuan darah dan nanah, serta luka yang dalam. Luka-luka itu bisa terdapat di bagian tubuh mana saja.
PENGOBATAN
Pengobatan pertama dilakukan dengan menghindarkan penderita dari rangsangan. Ingat, gejala tetanus bisa berupa kejang rangsang. "Nah, anak mudah kejang karena terkena rangsang sentuh, cahaya atau lampu, dan sebagainya," terang Ghazali. Jadi, agar penderita bisa tenang, upayakan dirawat di tempat yang relatif tak ada sinar. Selain, pemberian antibiotika untuk mematikan kuman dan antikejang untuk merilekskan otot-otot, serta antitetanus untuk menetralisir toksinnya.
Bila kuman tetanus sudah diatasi, selanjutnya toksin tetanus dinetralisir dengan antitoksin; antitetanus serum (ATS) atau tetanus toksoid (TT) untuk merangsang tubuh membuat antibodi terhadap tetanus. Namun perlu-tidak diberikan ATS atau TT tergantung penilaian dokter terhadap lukanya; dilihat dari bersih-tidaknya dan dalam-tidaknya luka, apakah waktu luka dilakukan prosedur yang benar seperti datang ke dokter pada awal kejadian atau setelah lama kemudian, dan sebagainya.
Jadi, pemberian ATS baru dilakukan bila luka tersebut dicurigai bisa menimbulkan tetanus. "Diharapkan keadaannya pulih dan kejangnya berangsur-angsur berkurang bersamaan sembuhnya penyakit."
VAKSIN TETANUS
Sebenarnya, penyakit tetanus bisa dicegah, kok, Bu-Pak. Asalkan kita tak menganggap enteng setiap luka. Jadi, "segera bersihkan dengan antiseptik," anjur Ghazali. Lebih baik lagi dikonsultasikan ke dokter hingga bisa diperiksa penyebabnya; apakah perlu perawatan atau tidak, diberi tetanus serum atau tidak, lukanya dalam atau dangkal, terbuka atau tertutup, apakah potensial jadi tetanus atau tidak.
Selain itu, pencegahan juga harus dilakukan sejak bayi dengan pemberian vaksinasi secara teratur. Vaksinasi tetanus, yaitu DPT I, II, dan III pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan; DPT ulangan pada usia 18 bulan. Untuk anak usia masuk sekolah, sekitar 5 tahun atau TK, diberikan vasinasi DT. Kalau bisa, lengkapi dengan penambahan TT (tetanus toksoid) pada anak usia sekitar 10-12 tahun, untuk mencegah terjadi tetanus di usia puber.
Penting diketahui, anak yang pernah terkena tetanus bisa saja terulang kembali. Jadi, vaksinasi tetanus diberikan hanya agar anak punya kekebalan terhadap kuman atau toksinnya.
Ingat, ya, Bu-Pak, jangan anggap enteng luka dan rajinlah membawa si kecil untuk imunisasi.
MENENGAH KE BAWAH
Dari pengamatan Ghazali, tetanus lebih kerap ditemukan pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi dan pendidikan menengah ke bawah. "Bisa dikatakan, faktor tingkat pendidikan dan sosial ekonomi memiliki korelasi dengan penyakit tetanus," bilang Ghazali.
Terbukti, kasus tetanus neonatorum (bayi) banyak ditemui di pedesaan. "Umumnya karena pemotongan tali pusat bayi dilakukan secara tradisional oleh dukun atau paraji." Mereka masih menggunakan cara-cara konservatif seperti pemotongan dengan alat bambu yang belum tentu steril.
Angka kejadian tetanus pada bayi dan anak di kelompok ini cukup tinggi. Soalnya, kesadaran mereka untuk menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan masih sangat kurang. Misal, saat anak luka tertusuk paku atau sakit telinga mengeluarkan cairan berbau, "sering orang tuanya tak melakukan pengobatan ke dokter, melainkan diobati sendiri."
Sedangkan pada kelompok menengah ke atas, tetanus jarang sekali ditemui. Umumnya kelompok ini sudah well known; pengetahuan mereka terhadap dunia medis pun cukup baik. "Jadi, bila ada luka segera dibersihkan dan dibawa ke dokter untuk diberi antitetanus serum dan diberi tetanus toksoid."
LUKA DI TANGAN ATAU KAKI
Ada kalanya saat bermain atau berlarian, si kecil terjatuh dan timbul luka di kaki atau tangan. Sebaiknya lakukan:
1. Dudukkan atau baringkan si anak.
2. Bersihkan luka dari kuman dengan antiseptik.
3. Selanjutnya, tutup sekitar luka dan usahakan tak terkena air.
4. Bila lukanya agak besar, lebih baik segera dibawa ke dokter demi mencegah terkena infeksi tetanus.
PERAWATAN TALI PUSAT
Hati-hati, lo, bila si kecil belum puput pusar. Jangan sampai terkena infeksi karena bisa mengundang kuman tetanus. Itulah mengapa, tali pusat harus dirawat dengan benar. Berikut petunjuk dari Ghazali.
1. Mandikan bayi dengan air hangat setiap pagi dan sore. Selama memandikan, usahakan tali pusat tak basah; jangan sampai terkena air.
2. Usai mandi, lilitkan kain kasa -yang sudah direndam alkohol 70 persen- pada tali pusat bayi. Sebaiknya, saat membuka botol alkohol, jangan sampai botol terbuka cukup lama karena kadarnya akan berkurang hingga tak lagi 70 persen. Alkohol berguna mempercepat pengeringan tali pusat. Jadi, sebaiknya alkohol digunakan sampai tali pusat lepas.
3. Setelah tali pusat lepas, alkohol tak diperlukan lagi. Bila masih ada sisa bekuan darah yang tertinggal, gunakan betadine untuk membersihkannya. Sebab, sisa bekuan-bekuan darah di tali pusat ini juga jadi tempat yang disukai kuman.
4. Jika bekuan darah tak ada lagi dan luka pemotongan tali pusat sudah mengering betul, penggunaan betadine pun bisa dihentikan. Tali pusat cukup dibersihkan dengan sabun dan air selagi bayi dimandikan.
5. Biasakan mencium bau tali pusat setiap bayi usai dimandikan. Kita perlu waspada bila tercium bau busuk atau tak enak. Kemungkinan ada infeksi atau pembusukan yang bisa saja terjadi di lipatan-lipatan kulit yang tak kelihatan di bagian tali pusat.
6. Bila tampak gejala infeksi seperti tanda-tanda radang kemerahan, kemudian suhu tubuh memanas atau hangat (tapi gejala ini tak selalu ada), anak rewel dan tampak merintih, sebaiknya segera ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut.