Pernah dengar kasus bayi yang terlahir dengan dagu kecil? Itulah yang dimaksud dengan sindrom Pierre Robin. Menurut Dr. Muljono W., SpA., sindrom ini merupakan kelainan kongenital atau bawaan yang terjadi pada bagian rongga mulut bayi, meliputi rahang bawah dan langit-langit. Dengan demikian, SPR pun memiliki beberapa karakteristik. Salah satunya, penderita memiliki rahang bawah kecil (micrognatia) yang otomatis membuat rongga mulut jadi sempit sehingga lidah tampak terlalu besar.
"Kondisi ini dalam istilah medis disebut pseudo macroglossis. Pseudo berarti bohong atau palsu, sedangkan macroglossis berarti kelainan lidah besar/tebal. Maksudnya, sebenarnya ukuran lidah penderita SPR normal, tapi karena rongga mulutnya sempit, lidah jadi kelihatan terlalu besar."
Semua karakteristik kelainan SPR berkaitan dengan langit-langit rongga mulut yang biasanya cacat. Bisa terbelah atau bolong, atau kadang-kadang hanya cekung atau tinggi (cleft) dengan atau tanpa sumbing.
Penderita PRS dapat dikenali dari penampilanmya yang khas. "Begitu lahir ada beberapa kelainan pada wajahnya, seperti dagu terlihat kecil dan hidung agak besar," ujar Spesialis Anak dari RS Internasional Bintaro, Tangerang ini.
DAMPAK SPR
Seluruh karakteristik itu akan menimbulkan beberapa dampak. Yang paling jelas, bisa terjadi fenomena glossoptosis atau pangkal lidah seperti turun ke belakang sehingga menyumbat saluran napas di kerongkongan. Akibatnya, bayi penderita SPR sering sukar bernapas. Bahkan bila terjadi penyumbatan saluran napas sewaktu lahir, ia tidak bisa langsung menangis seperti bayi-bayi umumnya.
Tangisan bagi bayi penderita SPR sebenarnya malah bisa menjadi pembuka jalan bagi udara pernapasannya. Sebaliknya saat ia tertidur, jalan udara akan tertutup kembali sehingga sering terdengar bunyi mengorok. Oleh sebab itu, posisi yang dianjurkan bagi bayi penderita SPR adalah dimiringkan atau ditengkurapkan. Alasannya, gaya gravitasi akan menarik lidah ke depan sehingga tetap membuka jalan napas. "Keadaan glossoptosis mudah sekali menyumbat saluran napas bila bayi dalam keadaan telentang. Dengan ditengkurapkan kemungkinan besar napasnya bisa lebih enak."
Dampak SPR lainnya berkaitan dengan ronggal mulut yang sempit sehingga, penderita sering mengalami kesulitan makan/minum. "Bayi yang menderita SPR akan susah menetek karena mekanisme menetek sebenarnya cukup kompleks. Ia harus menutup mulut, menyedot puting, lidah mendorong ke belakang barulah bisa minum."
Tak heran, ibu penderita SPR sering diwanti-wanti agar berhati-hati saat memberi minum/makan bayinya agar tak tersedak. "Saat tersedak, susu akan masuk ke dalam paru-paru akibatnya selain sesak napas, bayi bisa mengalami batuk berdahak yang tidak sembuh-sembuh. Akhirnya, terjadilah pnemonia aspirasi atau radang paru-paru.
Cara memberi asupan yang paling dianjurkan, bayi penderita SPR diberi makan dan minum sebelum ia benar-benar lapar atau haus. Posisikan dalam keadaan tegak dengan kepala agak menengadah. Posisi ini membuat susu mengalir ke kerongkongan tapi tidak ke hidung.
Perlu digarisbawahi, bayi dengan langit-langit bolong/cekung akan lebih banyak menelan udara sehingga perlu sering disendawakan. Tak perlu khawatir bila kegiatan makan/minumnya memerlukan waktu ekstra, untuk itu memang dibutuhkan kesabaran dan latihan melakukannya.
Namun sayangnya kiat ini hanya berlaku bagi bayi penderita SPR yang kondisinya relatif ringan. Jika kondisi penderita parah maka perlu dimasukkan selang/sonde langsung ke dalam lambung sehingga tak perlu melalui tenggorokannya. "Tentu yang menentukan parah atau tidak kondisi penderita adalah dokter. Misalnya, bayi dengan langit-langit hanya cekung tentu keadaannya lebih ringan ketimbang yang langit-langitnya bolong."
KESULITAN PENGUCAPAN
Pengaruh lain SPR biasanya tampak pada pertumbuhan gigi geligi anak. Keadaan rahang bawah yang lebih kecil ketimbang rahang atas, membuat gigi geliginya tumbuh tidak teratur.
Dampak lainnya berhubungan dengan pengucapan bunyi bahasa. Seperti diketahui, setiap ucapan bunyi berkaitan dengan udara yang melalui rongga mulut. Misalnya, untuk menghasilkan bunyi 'm' memerlukan kerjasama bibir atas dan bawah, sedangkan bunyi 's' dihasilkan dengan meletakkan ujung lidah di bagian belakang gigi seri bawah. Contoh lain, bunyi 'k' memerlukan koordinasi anak tekak dalam pengucapannya.
Sehubungan dengan itulah, penderita SPR biasanya akan mengalami kesulitan bicara. Kata-kata yang diucapkan biasanya tidak begitu jelas. Terapi wicara mungkin dapat membantu, tapi Muljono pun mengingatkan agar tak menuntut penderita SPR untuk selalu sempurna dalam pengucapan. "Biasanya ada kelainan dalam satu-dua ucapannya, yang paling sering adalah 'r'."
Yang perlu dicermati, SPR dapat menimbulkan dampak sekunder. Hipoksia atau kekurangan oksigen, salah satunya. Bila SPR tidak lekas terdeteksi sewaktu si bayi lahir, bisa terjadi salah penanganan. Bayi penderita SPR yang posisi tidurnya seharusnya dimiringkan atau ditengkurapkan malah ditelentangkan. Akibatnya posisi lidah turun dan menyumbat saluran napasnya. Jika dalam beberapa menit saja bayi tidak bernapas dan kekurangan oksigen maka jaringan otaknya bisa terganggu dan mengerut (mikrosefalus).
PENANGGULANGAN
Penanggulangan sindrom ini dapat dilakukan dengan terapi konservatif dan intervensi pembedahan. Yang dimaksud dengan terapi konservatif seperti yang sudah dijelaskan tadi, yaitu mengondisikan bayi pada posisi yang tepat, seperti ditengkurapkan atau dimiringkan. Namun, pada kondisi yang berat penderita SPR perlu difiksasi atau lidah ditarik ke depan setelah itu diikat sehingga tidak lagi menutupi kerongkongan. Sedangkan kasus SPR yang benar-benar parah memerlukan tindakan pembedahan.
Yang menggembirakan, gangguan ini tidak menetap. Dengan bertambahnya usia, rongga mulut akan bertambah besar sehingga nantinya akan berukuran seperti ukuran rongga mulut normal. "Jika rongga mulut sudah luas maka tidak akan ada masalah lagi karena ukuran lidah sudah bisa dimuat di dalamnya."
Jadi bisa dikatakan harapan penderita SPR sama dengan anak lainnya. Mungkin secara penampilan atau kosmetik agak berbeda, tapi banyak pengidap SPR bisa tumbuh seperti biasa. "Saya pernah bertemu dengan seorang profesor yang menderita kelainan SPR, kok." Dengan kata lain bila tidak ada dampak sekunder, penderita SPR akan menjalani hidup layaknya orang-orang norma.